“ HEBOH BERAS
PLASTIK ( Tinjauan Dari Hak Perlindungan Hak Asasi Rakyat ) ”
Informasi
mengenai beras sintetis mencuat setelah salah seorang penjual bubur di Bekasi, Dewi
Septiani, mengaku membeli beras bersintetis. Dewi mengaku membeli enam liter
beras yang diduga bercampur dengan beras plastik. Beras tersebut dia beli di
salah satu toko langganannya. Dewi memang biasa membeli beras dengan jenis yang sama di toko tersebut
seharga Rp 8.000 per liter. Keanehan dari beras tersebut dia rasakan setelah
mengolahnya menjadi bubur.
Hasil uji laboratorium yang dilakukan Sucofindo
membuktikan kebenaran beras plastik, namun hal ini berbeda dengan Penelitian
Puslabfor Mabes Polri yang menyebut tidak ada bahan plastik pada sampel beras
yang sebelumnya disebut-sebut mengandung beras sintetis. Hal ini akhirnya
berbuntut dengan dipolisikannya Dewi Septiani, pelapor beras plastik.
Tindakan aparat ini disayangkan berbagai pihak, salahsatunya
disuarakan oleh Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PAHAM).
PAHAM sebut jangan sampai temuan tersebut membuat pelapor Dewi Septiani trauma,
apalagi sampai merasa menerima intimidasi dari aparat.
“Bila hal ini terjadi, orang akan cenderung abai dan
tidak mau melapor apabila melihat sebuah kejahatan,” tegas Sekjend Pusat
Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (Paham), Rozaq Asyhari, dalam
siaran persnya (Kamis, 28/5).
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Ibu Dewi adalah
tindakan konsumen yang baik. Itu adalah upaya preventif untuk menghindarkan
masyarakat dari bahaya buruk bahan makanan yang diduga dari platik. Oleh
karenanya, langkah waspada yang demikian harus dicontoh oleh anggota masyarakat
lainnya.
“Bahwa yang dilakukan oleh Dewi Septiani adalah early warning, yang seharunya
merupakan kewajiban apparat terkait untuk menindaklanjuti,” ungkapnya.
PAHAM menyayangkan adanya dugaan intimidasi yang
dialami oleh Ibu Dewi. Karena yang dilakukan Ibu Dewi sudah sesuai dengan
ketentuan pasal 165 KUHP. Dimana ada kewajiban bagi setiap orang untuk
melaporkan kepada polisi jika mengetahui terjadinya suatu tindak kejahatan.
Walaupun dalam Pasal 165 KUHP tersebut hanya disebutkan beberapa pasal tindak
kejahatan.
“Namun secara umum, hal ini merupakan suatu upaya
untuk mencegah terjadinya suatu tindak kejahatan,” terang kandidat Doktor dari
Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini.
Karena itu PAHAM mendorong agar Kapolri memberikan
penghargaan kepada Dewi Septiani dan memberikan sanksi kepada oknum yang diduga
mengintimidasi.
“Saya rasa layak Pak Badrodin Haiti memberikan
penghargaan kepada Bu Dewi. Karena sebagai warga negara yang baik telah
memberikan laporan sebagai bentuk kewaspadaan sesuai dengan ketentuan pasal 165
KUHP. Hal ini untuk merangsang agar masyarakat peduli dengan persoalan hukum
yang ada di sekitarnya. Disisi lain, apabila memang terbukti ada oknum aparat
yang melakukan intimidasi selayaknya pula Kapolri berikan teguran atau sanksi”,
tegasnya.
Meskipun
Presiden Jokowi menyatakan bahwa isu beredarnya beras plastik ini jangan
terlalu dibesar-besarkan, namun sudah terlanjur menyebar dan meresahkan
masyarakat. Nasi yang berasal dari beras, makanan pokok rakyat Indonesia,
terduga tercampur dengan plastik yang bentuk dan warnanya menyerupai beras.
Secara
terpisah, Kementerian Pertanian (Kemtan) menyatakan dugaan beras plastik yang
ditemukan di Bekasi, Jawa Barat itu masuk ke Indonesia secara ilegal.
Beras yang mengandung zat
berbahaya tidak mungkin mendapat izin beredar. “Itu jelas ilegal dan itu bentuk
kriminal. Itu kan plastik tidak sehat,” ujar Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian, Hasil Sembiring.
Isu tentang beras plastik ini
sudah menyebar ke semua pedagang yang ada di Pasar Induk Tanah Tinggi. Para
pedagang menyesalkan tindakan pihak yang membuat beras plastik tersebut.
Mari kita pelajari
bagaimana cara membedakannya
Cek beras sebelum di
konsumsi (kompasiana.com)
Menurut seorang penjual
beras, beras putih plastik kalau dicium enggak wangi beras. Tapi, yang beras
asli pasti wangi beras, wangi padi. Ketika ditunjukkan contoh beras asli dengan
mengambil beras segenggam, secara bentuk dan kasatmata, warna beras putih tidak
sepenuhnya putih, tetapi ada beberapa bagian beras yang berwarna sedikit
berwarna coklat muda.
Jika dipegang pun, beras
plastik akan lebih licin dibanding beras asli. Cara lain untuk menguji keaslian
beras adalah dengan dibakar. Beras plastik akan cepat terbakar jika dikenai
api. Berbeda dengan beras asli yang tidak terbakar, tetapi muncul wangi beras
yang keluar karena beras terkena api.
“Paling tidak ada
empat cara sederhana untuk mengenali beras plastik,” kata Asmo.
Pertama, dari bentuknya, tampilan beras asli memiliki guratan dari bekas sekam
padi, sedangkan beras plastik tidak terlihat guratan pada bulirnya dan
bentuknya agak lonjong.
Kedua, dari ujung-ujung bulir beras, pada beras asli terdapat warna putih di
setiap ujungnya, warna tersebut merupakan zat kapur yang mengandung
karbohidrat. Sedang beras bercampur plastik tidak ada warna putihnya.
Ketiga, jika beras asli direndam dalam air maka akan berubah warna menjadi
lebih putih, sedangkan beras plastik hasilnya tidak akan menyatu dan airnya
tidak akan berubah menjadi putih.
Keempat, jika beras palsu ditaruh di atas kertas maka terlihat beras tidak
natural, berbentuk lengkung, tidak ada patahan.
“Kalau dipatahkan akan
pecah menjadi bentuk kecil-kecil. Sementara beras asli bentuk bulirnya sedikit
menggembung dan kalau dipatahkan hanya terbelah menjadi dua,” jelas Asmo.
Apa dampak jangka pendek
dan jangka panjang bila sampai masuk ke tubuh manusia?
Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan PT. Succofindo terhadap beras plastik yang ditemukan
di Bekasi, Jawa Barat, menunjukkan adanya kandungan polyvinyl cholride (PVC) yang biasa terdapat di pipa, kabel, dan
lantai.
Ditambah lagi, beras
tersebut juga mengandung tiga senyawa lain, yakni benzyl butyl phthalate (BBP), bis 2-ethylhexyl phtalate (DEHP), dan diisononyl phthalate (DINP). Ketiga zat ini biasa dipakai
sebagai pelentur pada pipa dan kabel.
Sangat mengerikan bila
zat-zat kimia tersebut sampai masuk ke dalam tubuh manusia. Akibat bila ketiga zat
kimia tersebut masuk ke dalam tubuh, maka bisa memicu mutasi genetik, meracuni
saraf, dan menyebabkan kanker.
Dalam jangka pendek,
keberadaan plastik di saluran pencernaan bisa mengakibatkan sembelit atau
diare. Sementara itu, dalam jangka panjang, plastik tidak bisa dikeluarkan
melalui kotoran dan akan memicu perubahan sel.
Ditambahkan oleh seorang
dokter spesialis penyakit dalam, konsultan gastroenterologi dr. Ari Fahrial
Syam, yang mengatakan phtalate (DEHP) juga bisa menyebabkan kemandulan pada pria.
“Sementara pada wanita zat
ini juga mengganggu sistem reproduksi sehingga bisa menyebabkan gangguan
menstruasi. Bahkan pada suatu penelitian disebutkan kadar zat ini yang tinggi
pada ibu melahirkan ternyata bayinya akan memiliki skrotum dan penis yang
kecil,” katanya.
Ari menambahkan, hal
tersebut menunjukkan bahwa phtalate bisa menembus plasenta sehingga berbahaya
jika dikonsumsi ibu hamil.
Bagaimana cara
meminimalisir efek-efek tersebut?
Untuk mengurangi efek
samping berbahaya tersebut, sangat disarankan untuk mengonsumsi banyak buah dan
sayur-sayuran yang mengandung banyak vitamin, mineral, dan antioksidan.
Sumber: